Hari pertama, saya hanya membawa kamera dan berjalan kaki, dari pagi hingga malam. Ada keajaiban tersendiri saat melihat sebuah tempat untuk pertama kalinya, membiarkan semuanya terasa tanpa filter. Saya memotret apa saja yang menarik perhatian—batu-batu tua, jemuran yang berkibar seperti bendera kepribadian, cahaya emas yang memantul dari atap rumah.
Hari kedua, saya menyusuri rute yang sama, kali ini dengan foto-foto dan catatan kecil saya sebagai panduan. Ritmenya terasa berbeda, lebih pelan, lebih terarah. Saya berhenti di tempat yang ditunjukkan oleh foto-foto saya, menekan tombol rekam di momen-momen yang tepat. Seorang musisi memainkan melodi penuh jiwa. Sebuah kafe kecil yang dipenuhi tawa dan bunyi gelas beradu. Gang-gang sempit yang memancarkan misteri.
Hari ini, saya mencari momen-momen tambahan, detil yang mungkin terlewat. Berjalan lagi, saya merasa seperti mengejar bayangan diri saya dari dua hari terakhir. Apakah saya sudah menangkap cukup dari suasananya? Energinya? Anda tidak akan percaya bagaimana cahaya di sini berubah—lembut, keemasan, hampir seperti mimpi.
Malam ini adalah puncaknya. Saya duduk di tempat tinggi, kamera sudah siap menangkap matahari yang perlahan tenggelam di balik cakrawala. Dua jam penuh warna yang saling menyatu, lampu-lampu mulai menyala seperti bintang yang jatuh di jalanan. Saya harap, saat anda melihatnya nanti, anda bisa merasakan tempat ini seperti yang saya rasakan sekarang—sebuah kota yang hidup, bernapas, menunggu untuk anda temukan denyutnya.
Hanan
Saya travel dunia untuk menemukan cerita yang tak terduga.
11 Desember 2024
Anda Mungkin Suka Ini
Suka yang ini? Hanan memilih beberapa artikel lain yang mungkin juga anda suka. Comments are closed.
|
|